Ini adalah hari pertamaku bekerja di kantor, salah satu instansi
pemerintahan yang ada di sebuah kabupaten. Selayaknya orang baru, aku berusaha
untuk menyusaikan diriku di tempat ini, meski rasa asing itu akan selalu
hinggap pada seseorng ketika berada di tempat yang baru. Aku mencoba meleburkan
rasa asing itu dengan berkenalan dengan teman-teman yang sudah lama bekerja
disana. Cukup susah rasanya aku menyesuaikan diriku dengan mereka, karena hampir
sebagian besar usia mereka terpaut jauh di atasku namun ternyata ada beberapa
karyawan yang usianya sama denganku dan tidak butuh waktu lama bagiku untuk
bisa akrab dengan mereka.
“Ya ampun, ternyata kisah hidupnya sedih sekali.” Tutur Mira salah
satu karyawan magang disana. “saya bisa rasain perasaannya saat kedua orang
tuanya sakit dan dia harus menjadi tulang punggung keluarga, apalagi dia juga
harus membantu membiayai kakak dan anak-anak dari kakaknya yang sekarang
menjadi janda, apalagi ditambah dia ditinggal nikah sama ceweknya, berat
pastinya.” Sambut Windari yang juga karyawan magang
“Tapi selama ini dia tetap terlihat santai seolah nggak ada
masalah”. Lanjut Maya menceritakan. “Sebenarnya siapa sih yang kalian
ceritakan?” tanyaku yang dari tadi hanya mendengarkan cerita mereka tanpa aku
tahu siapa orang yang menjadi bahan perbincangan itu. “Itu lho, mas Dede yang
di bidang destinasi.” Jawab Mira. “Yang mana? Aku nggak tahu”. “Masak nggak
tahu, yang tinggi-tinggi, putih, cakep itu.” Jawab Windari menjelaskan.
Tiba-tiba lewatlah seorang Cowok yang berbadan tinggi dan berkulit
putih bersih berjalan di depan meja counter tempat kami duduk. “Pergi makan
siang ayok !!” Ajak cowok itu kepada temanya. “Ayok dah”. Sahut temannya.
“Kalian nggak pada makan?” Tanya laki-laki itu kepada kita. “Teraktir tapi mas
De”. Sahut Mira. “Ya, saya yang ngajakin kalian makan, tapi nanti kalian yang
bayar.” Jawab cowok itu sambil tersenyum.
“Itu ya yang namanya mas De?” tanyaku menebak. “Ya, itu sudah.
Bagaimana, cakep nggak?” Tanya Windari. Aku hanya terenyum dan mengangguk.
“Wah, kayaknya Ana juga ngefans ne sama mas De”. Ledek Maya.
Dua bulan telah berlalu, aku sudah mulai bisa menyesuaikan diriku
di kantor. Setip hari saat duduk-duduk santai dengan Mira, Windari dan Maya
mereka selalu menyelipkan pembahasan tentang pegawai cowok yang sering mereka
panggil dengan mas De. Terlihat sekali dari ekspresi Windari dan Mira ketika
membahas tentang mas De, mereka begitu antusias dan senang. Selain itu Mira dan
Ayu tak pernah absen membuka akun sosmed mereka dan mengikuti setiap berita
dari status yang dibuat mas De di facebook, Mirapun lebih berani menyapa mas De
di FB dibanding Windari yang hanya bisa mengintip wall FBnya saja tanpa berani
bertegur sapa lewat chat. Sehingga aku
mengambil kesimpulan bahwa mereka berdua memiliki perasaan kepada mas De.
Sebenarnya aku berfikir mereka tak salah bisa menyukai mas De, karena selama
aku berada di kantor itu dan mulai mengenal dia, aku pun sering diam-diam
memperhatikan dia. Dia memang terlihat tampan, baik dan pintar, jadi Mira dan
Windari tak salah sampai menyukainya.
Setiap hari ketika mas De berada di lobi Mira dan Windari selalu
berusaha mencuri perhatian cowok yang terkenal
jago dalam computer itu, mereka berdua selalu berebut ketika ada
surat-surat atau file-file yang harus di antarkan ke ruangan destinasi yang tak
lain adalah ruangan mas De. “sini biar saya aja yang nganterin suratnya.” Pinta
Windari pada Maya, sedengkan Mira terlihat cemberut saat Maya memberikan
suratnya pada Windari, seolah kesempatan untuk melihat mas de di ruangannya di
rebut oleh Windari. Aku dan Maya hanya tersenyum karena tingkah seperti itu
hampir setiap hari kita lihat.
Entah kenapa melihat mas De yang begitu cuek terhadap Windari dan
Mira membuat aku kesal, aku merasa dia seolah tidak menghargai perasaan orang
kepadanya namun walaupun begitu aku
malah mulai dekat dengannya, sering bercanda dan pergi makan bersama. Aku fikir
dia mau dekat denganku karena aku tak punya perasaan apa-apa padanya, sedangkan
dia menjauh dari Mira dan Windari karena mereka memiliki perasaan padanya. “Mas
De kenapa sih cuek sekali sama Mira dan Windari?” Tanyaku “Saya takut aja di
kira ngasih harapan sama mereka.” Jawab mas De
Perasaanku semakin hari semakin aneh, entah kenapa saat aku melihat
mas De badanku terasa lemas, jantungku berdegup tak berirama dan kadang
tanganku gemetar saat berada di depannya. Aku kenapa, perasaan apa ini, kenapa
aku jadi ikut-ikutan seperti Mira dan Windari yang selalu ingin melihat mas De,
aku ingin mendengar kabarnya hari ini, mendengar suaranya dan bercanda
dengannya, apa aku sudah jatuh cinta padanya?
“Wah, Ana juga suka sama mas De ternyata, baru berhadapan sama mas
De tangannya lansung dingin kaya Es gini.” Ledek Maya. “Nggaklah, aku gak suka
sama mas De, kan aku dah punya pacar.” Jawabku. “bener ne Na?” Tanya Windari memastikan.
“Iya bener, tenang aja Win, Mir aku gak bakalan suka kok sama mas De, apalagi
pacaran.”
Beberapa bulan kemudian saat Windari dan Mira sudah berhenti magang
di Kantor, jawabanku pada mereka pada waktu yang lalu benar-benar berbanding
terbalik. Ternyata aku benar-benar telah jatuh cinta padanya. “kamu bisa
jelasin apa maksudnya dari curhatan di laptopmu ini?” Tanya Descha pacarku, aku
terdiam kaget, tak ku sangka Descha ternyata menemukan curhatan yang aku save
di laptopku. “mmm…. Aku, aku minta maaf ya kak?” jawabku sambil lansung
mematikan telpon, kak Echa menelponku berulang-ulang kali tapi aku tak berani
menjawab telponnya, ahirnya aku mengirim sms untuknya. “Kak besok kita bisa
ketemu? Besok aku jelasin semuanya, aku tunggu dirumah.”
Keesokan harinya kak Echa datang menjemputku. “sekarang bisa
jelasin saya, apa maksud dari isi curhatanmu ini, dari berapa lembar curhatanmu
nggak ada satupun nama saya kamu singgung, dari awal sampai ahir cuma nama mas
De saja yang Menuhin isi curhatanmu, siapa dia?” Tanya Descha dengan nada
mencoba bersabar. “kak, sekali lagi aku minta maaf, dari awal kita pacaran
sampai saat ini, aku sudah nyoba buat cinta sama kakak tapi aku tetap nggak
bisa dan saat ini aku suka sama mas De, dia pegawai di tempat kerjaku
sekarang.” “Jadi kamu suka sama cowok lain?” potong Descha dengan nada
meninggi. “bisa-bisanya kamu selingkuh dibelakangku.” Lanjut Descha. “aku
enggak selingkuh, dia belum tau aku suka sama dia, akupun masih nggak ngerti
kenapa aku bisa suka sama dia.” Jawabku dengan mata yang sudah mulai
berkaca-kaca. Descha diam dengan pipinya yang berubah merah karena kesal. “Kak,
aku minta maaf, lebih baik kita sahabatan aja lagi, aku ngerasa kita lebih
cocok jadi sahabat daripada pacar.” Lanjutku. “kamu becanda?”. “Aku serius.”
Jawabku tegas, Descha diam dan terus melihatku, matanya terlihat berkaca-kaca
dan tiba-tiba air matanya jatuh. “Kak, maaf”. Lanjutku yang juga ingin
menangis.
Aku nggak tahan dengan perasaanku pada mas De, rasanya pengen berhenti
saja bekerja di kantor itu agar aku bisa ngilangin perasaanku tapi sebelumnya
aku pengen banget mas De tahu perasaanku sama dia, walaupun saat ini aku merasa
dia seolah menjauh dariku dan seperti begitu membenciku. Meskipun begitu,
perasaanku semakin merasa tak tahan ingin mengungkapkan semuanya, walau nanti
dia akan semakin membenciku dan mungkin tidak ingin mengenal aku lagi. Aku siap
menerima resikonya.
“Mas De maaf, selama ini aku diam-diam mendam perasaan sama mas De,
aku juga nggak tahu kenapa, tapi aku ngerasa aku benar-benar sudah suka sama
mas De, aku cuma pengen ngungkapin perasaanku saja tanpa pengen tahu apa
perasaan mas De ke aku kayak gimna, mas De mau ngebenci aku atau nggak mau
temenan sama aku lagi aku terima, sekali lagi maaf aku sudah suka sama mas De.”
Ku kirim pesan ini dengan perasaan takut, sampai tanganku gemetar namun setelah
mengirimnya ada perasaan lega, yang tadinya dadaku tersa nyesek sekarang
berubah plong namun berganti takut.
Tiba-tiba hpku berbunyi, aku lansung kaget dan takut untuk membuka
pesannya, yang terbayang isi pesannya hanya ejekan dan marah-marah, namun rasa
penasaranku membuat jempolku menekan Ok pada keypad hpku. “kamu beneran suka
sama aku?” jawaban pesan dari mas De. “Iya aku beneran suka.” “Kamu nggak mau
tahu perasaanku kayak gimna sama kamu?”. “Ngggak, aku gak mau tahu, cukup mas
De aja yang tahu perasaanku.” Jawabku yang memang nggak ingin tahu perasaannya.
“Aku juga suka sama kamu dari dulu, tapi kamu tahu kan kita bagaimana, jadi sepertinya
kita nggak bisa pacaran.” Mendengar jawaban mas De itu aku lansung tersenyum
kegirangan, aku bahagia sekali sudah tahu kalau dia juga ternyata suka padaku,
namun aku juga mengerti kalau aku dan dia berbeda keyakinan, jadi aku tidak memaksakan
untuk pacaran atau tidak, yang terpenting aku bahagia kalau cintaku bersambut.
“Iya mas De, aku ngerti, enggak apa-apa kok kita enggak pacaran, cukup aku tahu
Mas de suka sama aku aja aku sudah bahagia.” “Tapi kalau kamu mau nerima
resikonya, aku pengen kita pacaran.” “Resikonya apa?”. “kita backstreet, kamu
mau jadi pacar aku?” Tanyanya tiba-tiba “Iya mas De, aku mau jadi pacarnya mas
De dan aku terima kita backstreet.” Jawabku dengan perasaan bahagia. Akhirnya
aku dan mas De resmi pacaran, meskipun aku telah menghianati sahabatku sendiri
dan bersikap munafik dengan berkata tidak akan menyukainya, namun inilah
perasaanku sekarang dan aku berhak untuk menggapai kebahagiaanku. Aku
mencintainya dan aku ingin bersamanya.
SEGA Genesis Classics Review - Treasure Island Casino
BalasHapus› en-us › se 인카지노 › genesis- › en-us › se › genesis- SEGA Genesis Classics is an amazing bundle of video games and delivers 샌즈카지노 a lot for your pocket. It's also a fantastic addition หาเงินออนไลน์ to any retro collection. The